Di balik sukes besar Liverpool merajai Inggris dan mendominasi Eropa, ada cerita tentang sebuah ruang sepatu di Anfield. The Boot Room yang kini tinggal nama dipercaya punya kaitan dengan nirgelar The Reds di Premier League.
Sesuai namanya, boot room merupakan ruangan untuk menyimpan sepatu para pemain Liverpool. Kamar tersebut sudah ada sejak stadion pertama berdiri di tahun 1892 silam. Dan Sama seperti banyak kisah sukses Liverpool yang dimulai Bill Shankly, legenda soal boot room juga berawal dari manajer tersukses The Reds itu.
Entah atas alasan apa, Shankly mengubah kamar sempit itu menjadi semacam ruang pertemuan tidak resmi bersama para orang-orang kepercayaannya untuk membahas beragam hal mulai dari evaluasi pertandingan sampai pematangan strategi untuk laga-laga berikutnya.
Anggota awal The Boot Room adalah Paisley, Reuben Bennett, dan Joe Fagan. Meski punya latar belakang berbeda, trio tersebut memberikan sentuhan dan pengaruh luar biasa besar dalam permainan Liverpool. Ketiganya sudah berada di Liverpool sebelum Shankly datang dan membentuk tulang punggung sukses Liverpool di beberapa tahun kemudian.
Shankly menjaga tradisi The Boot Room sampai saat dia meninggalkan Liverpool di tahun 1974. Paisley yang ditunjuk sebagai pengganti memutuskan untuk melanjutkan tradisi tersebut, yang kemudian juga diteruskan oleh pelatih berikutnya berturut-turut Joe Fagan dan Kenny Dalglish.
Tradisi The Boot Room oleh manajer-manajer Liverpool terjaga karena ruang tersebut juga dijadikan 'kelas' untuk melatih dan menempa mereka. Dalglsih sebenarnya bukan jebolan boot room, namun dalam sebuah kesempatan dia mengaku dan merasakan betapa pentingnya nilai-nilai yang dihasilkan oleh kamar itu.
"Pada masanya, ruangan itu dilengkapi dengan kemewahan seperti meja tua yang rusak dan beberapa kursi plastik, karpet buruk di atas lantai, sebuah kalender di dinding yang akan lebih indah jika ada fotonya, sobekan koran, gambar model topless...akan ada sedikit sekali bukti kalau ruangan ini pernah menjadi bagian sebuah klub sepakbola," demikian ditulis Fagan dalam buku hariannya.
The boot room yang legendaris itu akhirnya harus menghilang di tahun 1993, saat Graeme Souness menduduk kursi pelatih di sana. Manajemen klub memutuskan untuk menghancurkannya dan mengubah menjadi ruang konferensi pers yang bertahan hingga hari ini.
Berbarengan dengan hilangnya The Boot Room, prestasi Liverpool mulai meredup. Klub yang bergelimang gelar selama 30 tahun mulai memasuki periode sulit.
"Semua piala yang bisa didapat sudah diraih di boot room itu. Tapi setelah ruang itu dihilangkan kondisinya tak lagi sama. Anda tahu satu-satunya trofi yang belum pernah kami menangi? Benar. Premier League," sahut Shawn, tour guide yang menemani detikSport beserta rombongan nonton bareng Orange TV saat mengikuti tur di Stadion Anfield.
"Begitulah takhayulnya. Kami belum memenangi Premier League sejak pertama digelar di tahun 1992," lanjut Shawn.
Mereka Liverpudlian pasti langsung tahu kalau nama-nama yang sudah disebut di atas punya kontribusi besar menjadikan Liverpool sebagai klub dengan kisah sukses besar di Inggris dan juga Eropa. Shankly mempersembahkan delapan gelar, Paisley memberi 20 trofi juara, Fagan memenangi tiga kompetisi. Kenny Dalglish menjadi manajer terakhir yang memberi kejayaan Liverpool dengan 10 titel juara berhasil dipersembahkan.